Tabloid
Wirausaha - Pengertian DropShipping dan
Hukumnya menurut pandangan Islam – Di
dalam dunia wirausaha kata – kata tersebut mungkin sudah tidak asing lagi.
Banyak para wirausahawan yang belum memiliki modal usaha mereka melakukan
wirausaha dengan system ini. Hadirnya sistem ini menjadi salah satu peluang alternative
tersendiri bagi sebahagian orang untuk mewujudkan impiannya menjadi penguaha
sukses. Dengan kemudahannya dari sistem dropshipping ini, kita dapat menjual produk
apa saja, tanpa perlu memiliki barang dalam bentuk riil dan juga tanpa perlu
modal yang besar. Sistem ini hanyalah memerlukan contoh produk dalam bentuk
gambar atau foto produk yang yang di pasarkan. Dalam hal ini, pelaku
DropShipping dalam menjalankan usahanya tanpa membeli barang terlebih dahulu
tetapi dia dapat menentukan harga jualnya sendiri kepada konsumen.
Secara sederhana system
dropshipping dapat di ilustrasikan sebagai berikut: “ Seorang dropshipper
menawarkan sejumlah barang kepada calon pembeli dalam hal ini konsumen, tetapi
barang yang di tawarkan bukan dalam bentuk benda aslinya melainkan hanya dalam
bentuk foto atau contoh gambar. Setelah konsumen tertarik dan terjadi transaksi
disana, biasanya konsumen diharuskan membayar cash terlebih dahulu kepada
dropshipper (atau sesuai kesepakatan transaksi diawal). Setelah terjadi
pembayaran dari konsumen ke dropshipper, selanjutnya dropshipper membayar ke produsen/pemilik
barang sesuai harga kesepakatan antara Dropshipper dengan produsen/pemilik
barang berikut ongkos kirim barang ke alamat konsumen. Setelah itu produsen/pemilik
mengirimkan barang ke konsumen dalamhal ini dropshipper tidak mengetahui sama
sekali bentuk barangnya secara fisik, kualitasnya,(dropshipper hanya tahu hal
tersebut secara lisan saja dari produsen). Biasanya walau supplier yang
mengirimkan barang, tetapi nama dropshipper-lah yang dicantumkan sebagai
pengirim barang. Pada transaksi ini, dropshipper nyaris tidak megang barang
yang dia jual. Dengan demikian, konsumen tidak mengetahui bahwa ia membeli
barang dari supplier (pihak kedua), dan bukan dari dropshipper (pihak pertama)”.
Ilustrasi Dropshipping
Banyak orang yang
belum meiliki modal kemudian memilih berwirausaha Dropshipper. Disamping lebih simple,
ada banyak keuntungan secara duniawi yang dia dapatkan diantaranya:
1.
Mendapat keuntungan
tanpa dia memiliki barang/tanpa mengetahui secara jelas barang yang dia jual.
2.
Tidak perlu memiliki
tempat usaha untuk penyimpanan barang.
3.
Terbebas dari segala
bentuk biaya baik biaya pengiriman ataupun pembelian produk.
4.
Dapat berpromosi
kapan saja dan dimana saja tanpa repot membawa sampel produk riil yang akan di
pasarkan.
Lalu bagaimana
hukumnya Dropshipping bila di tinjau dari hokum syaria’t islam?
Walaupun secara
materi memiliki keuntungan ternyata jika dikaitkan dengan hokum muamalah yang
berlandaskan kepada al-Quran dan Hadits Nabi, usaha dengan system Dropshipper
ini tidak diperbolehkan karena jatuh pada hukum menjual barang yang tidak
dimilikinya, sedangkan syarat dari jual beli yang sah adalah barang yang akan
dijual harus dimiliki oleh si penjual. Dalil yang menerangkan tidak bolehnya
menjual barang yang tidak dimiliki adalah sebagai berikut:
لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
“Janganlah kamu
menjual barang yang bukan milikmu.” (HR. Ahmad, Nasai, Abu Daud, Turmudzi,
Ibn Majah, dan dishahihkan Al-Albani).
Hakim bin Hizam
pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَا
رَسُولَ اللَّهِ يَأْتِينِي الرَّجُلُ فَيَسْأَلُنِي الْبَيْعَ لَيْسَ عِنْدِي
أَبِيعُهُ مِنْهُ ثُمَّ أَبْتَاعُهُ لَهُ مِنْ السُّوقِ قَالَ لَا تَبِعْ مَا
لَيْسَ عِنْدَكَ
“Wahai
Rasulullah, ada seseorang yang mendatangiku lalu ia meminta agar aku menjual
kepadanya barang yang belum aku miliki, dengan terlebih dahulu aku membelinya
untuk mereka dari pasar?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu.” (HR. Abu Daud no.
3503, An Nasai no. 4613, Tirmidzi no. 1232 dan Ibnu Majah no. 2187. Syaikh Al
Albani mengatakan hadits ini shahih).
Di antara salah satu
bentuk dari menjual belikan barang yang belum menjadi milik kita ialah menjual
barang yang belum sepenuhnya diserahterimakan kepada kita, walaupun barang itu
telah kita beli, dan mungkin saja pembayaran telah lunas. Larangan ini
berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَنِ
ابْتَاعَ طَعَامًا فَلاَ يَبِعْهُ حَتَّى يَسْتَوْفِيَهُ
“Barangsiapa yang
membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia selesai
menerimanya.” Ibnu ‘Abbas mengatakan,
وَأَحْسِبُ
كُلَّ شَىْءٍ مِثْلَهُ
“Aku berpendapat
bahwa segala sesuatu hukumnya sama dengan bahan makanan.” (HR. Bukhari no.
2136 dan Muslim no. 1525).
Selain dalil diatas
yang menerangkan tidak bolehnya berjualan dengan system dropshippng masih
banyak lagi dalil yang semakna dengannya.
SOLUSI YANG LEBIH
SYAR’I SELAIN DROPSHIPPING
Dikutip dari
rumasyho.com, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghindari
dropshipping diantaranya:
1.
Bertindak sebagai calo atau broker, dalam kondisi ini bisa
mengambil keuntungan dari pihak pembeli atau produsen (grosir) atau keduanya
sekaligus sesuai kesepakatan.
2.
Bertindak sebagai agen atau wakil, dalam kondisi ini, barang
masih boleh berada di tempat produsen (grosir) dan mereka pun bisa bertindak
sebagai pengirim barang (dropshipper) ke tangan konsumen atau buyer. Jika
sebagai agen berarti sudah disetujui oleh pihak produsen atau grosir, ada hitam
di atas putih.
3.
Jika menjual sendiri (misal atas nama toko online), tidak atas nama
produsen, maka seharusnya barang sampai ke tangan, lalu boleh dijual pada pihak
lain.
Demikian penjelasan
singkat mengenai Dropsipping semoga bermanfaat dalam menambah khasanah keilmuan
Anda.
Image Source :
rumaysho.com & elitehealthcare.co.in
Post a Comment